Kedua Calon Presiden (Capres) Joko Widodo dan Prabowo Subianto mengikuti debat Capres ke-4 di Hotel Shangri La, Jakarta, Sabtu (30/3). [Suara.com/Arief Hermawan P]
Suara.com - Debat ke-empat calon presiden yang digelar pada Sabtu (30/3/2019) menjadi sorotan dunia. Media asing menyoroti visi capres nomor urut 02 Prabowo Subianto yang semakin lama menunjukkan sisi kegelapannya.
Melansir dari The Sydney Morning Herald, semakin lama acara debat berlangsung semakin menunjukkan sisi buruk dari sosok Prabowo Subianto yang tak mampu menghadirkan visi yang baik. Bahkan, sikapnya yang terlalu pesimistis terhadap Indonesia sulit untuk bisa mengubah hati rakyat Indonesia agar bisa memilihnya pada 17 April mendatang.
"Semakin lama debat berlangsung, sisi gelap dari visi Prabowo pun tumbuh. Presiden Indonesia hadir sebagai multilateris dan internasionalis sementara sang penantang menawarkan visi yang lebih terisolasi untuk bangsa," demikian seperti dilansir Suara.com, Senin (1/4/2019).
Dari hasil studi Center for Strategic and International Studies menunjukkan capres nomor urut 01 Joko Widodo memperoleh elektabilitas mencapai 51,4 persen, sementara Prabowo Subianto hanya 33,3 persen.
Dari debat kedua pasangan capres yang digelar Sabtu malam, diprediksi tidak banyak swing voters atau pemilih yang belum menentukan pilihan akan tergugah.
Awalnya, saat debat sesi pertama kedua capres saling berdebat mengenai cara mempertahankan ideologi Pancasila agar tetap utuh.
Namun, saat sesi debat beralih ke ideologi politik dan pertahanan negara, keamanan dan hubungan internasional, perbedaan kedua capres mulai tampak.
Prabowo Subianto menyerang Jokowi melalui anggaran pertahanan negara yang sangat kecil. Dari total anggaran negara sebesar Rp 107 triliun per tahun, hanya 5 persen anggaran dialokasikan untuk pertahanan negara.
Hal ini berbanding terbalik dengan Singapura yang menganggarkan hingga 30 persen anggaran negara mereka untuk pertahanan negara.
"Kita semua setuju kita butuh untuk meningkatkan anggaran pertahanan. Tapi kita harus punya prioritas. Untuk saat ini prioritasnya adalah infrastruktur. Selanjutnya mungkin tenaga kerja dan mungkin ketiga adalah anggaran pertahanan," kata Jokowi.
Prabowo Subianto menilai, pertahanan negara Indonesia lemah. Bahkan, tentara luar negeri masuk ke dalam wilayah teritorial Indonesia pun TNI tidak bisa berbuat apa-apa langtaran pertahanan Indonesia yang lemah.
Hal itu pun langsung dibantah oleh Jokowi. "Anda tampaknya tidak percaya dengan TNI yang kita miliki. Saya percaya dengan TNI yang kita miliki saat ini," kata Jokowi.
Suasana debat pun mendadak panas. Prabowo Subianto dengan sigap pun langsung balik menyerang Jokowi dengan mengklaim dirinya dahulu juga merupakan seorang TNI. "Saya lebih TNI dari TNI," balas Prabowo.
Menurut The Sydney Morning Herald, semakin lama Prabowo Subianto semakin menunjukkan sisi keburukannya. Dituliskan pihaknya pun merasa tidak yakin sosok pesimisme Prabowo Subianto mampu mengubah swing voters untuk memilihnya pada 17 April mendatang.
"Pada kekuatan pertunjukan ini, sulit untuk melihat bagaimana pesimisme Prabowo Subianto dapat menginspirasi mayoritas rakyat Indonesia untuk memilihnya pada 17 April," tutupnya.
Suara.com - Debat ke-empat calon presiden yang digelar pada Sabtu (30/3/2019) menjadi sorotan dunia. Media asing menyoroti visi capres nomor urut 02 Prabowo Subianto yang semakin lama menunjukkan sisi kegelapannya.
Melansir dari The Sydney Morning Herald, semakin lama acara debat berlangsung semakin menunjukkan sisi buruk dari sosok Prabowo Subianto yang tak mampu menghadirkan visi yang baik. Bahkan, sikapnya yang terlalu pesimistis terhadap Indonesia sulit untuk bisa mengubah hati rakyat Indonesia agar bisa memilihnya pada 17 April mendatang.
"Semakin lama debat berlangsung, sisi gelap dari visi Prabowo pun tumbuh. Presiden Indonesia hadir sebagai multilateris dan internasionalis sementara sang penantang menawarkan visi yang lebih terisolasi untuk bangsa," demikian seperti dilansir Suara.com, Senin (1/4/2019).
Dari hasil studi Center for Strategic and International Studies menunjukkan capres nomor urut 01 Joko Widodo memperoleh elektabilitas mencapai 51,4 persen, sementara Prabowo Subianto hanya 33,3 persen.
Dari debat kedua pasangan capres yang digelar Sabtu malam, diprediksi tidak banyak swing voters atau pemilih yang belum menentukan pilihan akan tergugah.
Awalnya, saat debat sesi pertama kedua capres saling berdebat mengenai cara mempertahankan ideologi Pancasila agar tetap utuh.
Namun, saat sesi debat beralih ke ideologi politik dan pertahanan negara, keamanan dan hubungan internasional, perbedaan kedua capres mulai tampak.
Prabowo Subianto menyerang Jokowi melalui anggaran pertahanan negara yang sangat kecil. Dari total anggaran negara sebesar Rp 107 triliun per tahun, hanya 5 persen anggaran dialokasikan untuk pertahanan negara.
Hal ini berbanding terbalik dengan Singapura yang menganggarkan hingga 30 persen anggaran negara mereka untuk pertahanan negara.
"Kita semua setuju kita butuh untuk meningkatkan anggaran pertahanan. Tapi kita harus punya prioritas. Untuk saat ini prioritasnya adalah infrastruktur. Selanjutnya mungkin tenaga kerja dan mungkin ketiga adalah anggaran pertahanan," kata Jokowi.
Prabowo Subianto menilai, pertahanan negara Indonesia lemah. Bahkan, tentara luar negeri masuk ke dalam wilayah teritorial Indonesia pun TNI tidak bisa berbuat apa-apa langtaran pertahanan Indonesia yang lemah.
Hal itu pun langsung dibantah oleh Jokowi. "Anda tampaknya tidak percaya dengan TNI yang kita miliki. Saya percaya dengan TNI yang kita miliki saat ini," kata Jokowi.
Suasana debat pun mendadak panas. Prabowo Subianto dengan sigap pun langsung balik menyerang Jokowi dengan mengklaim dirinya dahulu juga merupakan seorang TNI. "Saya lebih TNI dari TNI," balas Prabowo.
Menurut The Sydney Morning Herald, semakin lama Prabowo Subianto semakin menunjukkan sisi keburukannya. Dituliskan pihaknya pun merasa tidak yakin sosok pesimisme Prabowo Subianto mampu mengubah swing voters untuk memilihnya pada 17 April mendatang.
"Pada kekuatan pertunjukan ini, sulit untuk melihat bagaimana pesimisme Prabowo Subianto dapat menginspirasi mayoritas rakyat Indonesia untuk memilihnya pada 17 April," tutupnya.