– Calon Presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto mendukung pesatnya perusahaan rintisan atau startup untuk bisa berkembang menjadi unicorn di dunia.
Namun, ada hal yang perlu diwaspadai dari perkembangan Unicorn saat ini. Yaitu, semakin derasnya uang RI lari ke luar negeri. Unicorn sendiri merupakan sebutan bagi startup yang kapitalisasi usahanya sudah mencapai US$1 miliar.
"Nah, kalau kita tidak hati-hati dengan anti sosial untuk internet, e-Commerse ini, e itu, saya khawatir, ini juga bisa memperpecat arus larinya uang ke luar negeri," tegasnya dalam Debat Capres 2019 Kedua di Jakarta, Minggu malam, 17 Februari 2019.
"Ini bukan saya pesimistis, ini saya ingin menggugah kesadaran bahwa sistem sekarang ini memungkinkan uang kita mengalir ke luar negeri," tambahnya. Nah, bagaimana faktanya?
Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Misbah Hasan, seperti dikutip dari keterangannya mengatakan bahwa tidak terpenuhinya target penerimaan. Khususnya, Target Repatriasi Dana dari Luar Negeri.
Namun, dari sisi deklarasi harta kekayaan, jumlahnya terbilang berhasil mencapai 4.855 triliun. Sedangkan Repatriasi, realisasinya hanya Rp147 triliun dari target Rp1.000 triliun.
Pengampunan pajak atau tax amnesty belum mampu secara maksimal meningkatkan partisipasi Wajib Pajak (WP). Total peserta tax amnesty sebanyak 965.983 WP atau hanya 2,95 persen dari WP terdaftar di 2016.
Secara jangka pendek, tax amnesty masih belum mampu menjadi solusi penerimaan negara. Namun, secara jangka panjang melalui deklarasi harta kekayaan senilai Rp4.800 triliun dapat menjadi modal awal yang baik.
Sementara itu, Manajer Advokasi FITRA, Ervyn Kaffah mengatakan, Presiden Joko Widodo memiliki agenda yang jelas mengenai hal ini. Selain kebijakan tax amnesty, sekarang ini ada penandatanganan Bantuan Hukum Timbal Balik (Mutual Legal Assistance/MLA) dengan Swiss.
Berdasarkan data DJP kemenkeu, kebijakan tax amnesty berhasil merepatriasi Rp147 trilun dari total deklarasi luar negeri sebesar Rp1.031 triliun. Pada 4 febuari 2019, pemerintah Indonesia membuat MLA dengan Pemerintah Swis untuk mengembalikan harta kekayaan orang Indonesia yang di simpan di sana (Swis).
Sementara itu, Iqbal Damanik, peneliti AURIGA mengungkapkan, catatan dari Bank Indonesia baru 93 persen devisa hasil ekspor Indonesia yang balik ke dalam negeri dan baru 15 persen yang sudah dikonversi menjadi rupiah.
Pemerintah sudah mengeluarkan devisa hasil ekspor (DHE). Ada tiga hal yang diatur (1) DHE Sumber Daya Alam (SDA) harus masuk ke dalam Sistem Keuangan Indonesia, (2) pemberian insentif terhadap PPh Final bagi DHE SDA yang masuk ke Sumber Kekayaan Indonesia (SKI), dan (3) sanksi administratif bagi yang melanggar.