Jakarta - Calon presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto berjanji tidak melakukan impor apapun jika terpilih di tahun 2019. Dia mengatakan, Indonesia akan berdiri di atas kaki sendiri.
"Saya bersaksi di sini, kalau Insya Allah saya menerima amanat dari rakyat Indonesia, saya akan bikin Indonesia berdiri di atas kaki kita sendiri! Kita tidak perlu impor apa-apa saudara-saudara sekalian! Kita harus dan kita mampu swasembada pangan! Mampu!," katanya di GOR Soemantri Brodjonegoro Kuningan, Jakarta Selatan, Minggu (4/11/2018).
Lantas, bagaimana realisasi impor saat ini? Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) bulan September 2018, neraca perdagangan Indonesia surplus US$ 227 juta. Angka ini terdiri dari realisasi ekspor US$ 14,83 miliar dan impor US$ 14,60 miliar.
Impor September sebesar US$ 14,60 miliar turun sebanyak 13,8% dibanding Agustus 2018. Namun, sepanjang tahun atau Januari hingga September 2018 meningkat 23,3% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
Peningkatan terjadi pada impor migas dan non migas dengan masing-masing US$ 4,7 miliar (27,14%) dan US$ 21,54 miliar (22,64%). Peningkatan impor migas disebabkan oleh naiknya impor seluruh komponen migas, yakni minyak mentah (40,51%), hasil minyak (22,53%) dan gas (17,8%).
Sedangkan impor non migas, terjadi peningkatan pada 10 golongan barang HS 2 digit selama periode Januari-September 2018. Barang-barang tersebut di antaranya mesin dan pesawat mekanik (16,89%), mesin dan peralatan listrik (13,59%), benda dari besi dan baja (2,49%), serealia (2,45%) dan ampas atau sisa industri makanan (1,91%).
Kemudian ada perhiasan/permata (1,68%), bubur kayu atau pulp (1,16%), filamen buatan (1,12%), buah-buahan (0,78%) dan kakao atau coklat (0,47%).
Untuk September 2018 sendiri, golongan buah-buahan mengalami peningkatan impor tertinggi yakni US$ 42,2 juta atau 66,46%. Selanjutnya adalah cokelat atau kakao yang meningkat 50,58%, dan serealia sebesar 15,31%.
Negara pengimpor tertinggi komoditas non migas tersebut adalah China dengan sumbangan 27,83%. Kemudian disusul oleh Jepang 11,4% dan Amerika Serikat 5,87%.
Singapura, Thailand dan Malaysia menjadi tiga negara ASEAN paling tinggi penyumbang impor. Sedangkan, untuk Uni Eropa, paling banyak berasal dari Jerman, Belanda, dan Italia.